Ta’limul Muta’alim ( Syaikh Az-Zarnuji)
وأنشدت للشيخ أبي الفتح البستي رحمه الله تعالى
ذو العقل
لايسلم من جاهل # يسومه ظلما واعناتا
فليختر
السلم على حربه # وليلزم الانصات ان صاتا
Disebutkan dalam Syiir
Syekh Umaed Abil Fathi, “Orang yang sempurna akalnya lumrahnya tidak selamat
dari kedzoliman orang – orang bodoh maka ketika kamu menjadi orang yang
sempurna akalnya kamu harus memilih selamat dengan diam.”
Orang yang bodoh ( tidak mengetahui
kebenaran ) mempunyai sifat selalu ingin menang dan merasa pintar. Dan orang
yang bodoh berada di mana saja. Jika sebelumnya disampaikan dalam kitab
Ta’limul Muta’alim bahwa kamu, saya atau siapapun harus selamat dari tipu dayanya
orang – orang yang memusuhi kita. Jika ada orang yang emosi janganlah
kita membalas ataupun membantah. Hal ini kemudian diperjelas oleh Syekh
Umaed bahwa Orang yang cerdas ( sempurna akal – ذو
العقل) selalu dihadapkan keadaan yang apes ( tidak selamat ).
Dalam keadaan tersebut Beliau menghimbau akal orang cerdas untuk memilih
selamat dengan tak perlu membalas ( diam ).
Ibarat ketika kamu diskusi dengan
temanmu yang bodoh ( tidak mengetahui kebenaran ) membahas bensin yang kini
sedang langka. Jika kamu membahas sesuatu pada orang yang tak tahu dapat
dipastikan ia akan ngeyel ( ngotot merasa benar ). Sementara kamu
mengerti penyebab kelangkaan bensin berdasarkan sebuah analisa dan dasar maka
ketika kamu berdiskusi dengan temanmu hanya akan ada pembicaraan, “ Ini semua
hanya karena si A menjadi Presiden. Beginilah jika Negara Hastina dikuasai oleh
Petruk.” Sekalipun kamu mengetahui keadaan yang sebenarnya berdasarkan
analisa namun kamu akan seperti didzolimi jika kamu membantah. Orang bodoh akan
menetapkan dirinya benar bahkan mengejekmu sebagai orang bodoh. Debat dengan
orang bodoh adalah debat yang tak berguna. Maka hendaknya orang
cerdas memilih selamat dengan diam.
( فصل في الإستفادة ) وينبغي أن يكون طالب
العلم مستفيدا في كل وقت حتى يحصل له الفضل وطريق الإستفادة أن يكون معه في كل وقت
محبرة حتى يكتب ما يسمع من الفوائد العلمية قيل من حفظ فرّ ومن كتب شيأ قرّ.
Fashl - Manfaaat ilmu.
Orang yang mencari ilmu setiap waktu bisa mendapatkan keuntungan.
Tholibul Ilmi ( Orang yang mencari ilmu ) yang tidak mendapatkan manfaat
maka niatnya perlu ditata kembali. Jika niatmu benar maka kamu akan mendapat Nur
dari Allah sebab mencari ilmu. Derajatmu akan ditingkatkan oleh Allah tanpa
kamu sadari. Semisal bandingkan wajah orang yang mengaji (mencari ilmu) dengan
orang yang tak pernah mengaji tentu berbeda. Juga sikap orang – orang
terhadapmu sebelum dan sesudah mencari ilmu tak akan sama.
Supaya kamu mendapat kemanfaat
ilmu tersebut maka hendaklah Tholibul Ilmi selalu membawa pulpen (tinta). Agar
segala sesuatu yang disampaikan gurunya dapat ditulis. Orang yang memiliki ilmu
hidupnya tidaklah susah karena Allah yang memudahkan, dan ini merupakan faedah
(manfaat) ilmu. Dengan satu titik pulpen akan menjadi suatu pemikiran. Jika dikorelasikan pada jaman yang serba canggih ini tentu tidak hanya sebatas pada pulpen. Tulisan yang ada bisa dipublikasikan via website atau blog agar tersimpan di sana dalam jangka panjang. Dan dari ilmu - ilmu yang diperoleh dari menulis kemudian dapat dibukukan agar dapat dibaca oleh khalayak banyak.
Orang yang hafal akan suatu ilmu
maka ia akan ahli dengan ilmu tersebut. Sehingga ia akan melakukan sesuatu
dengan ilmu yang dihafal tersebut tanpa memakan waktu yang lama. semisal seorang yang memiliki ilmu merakit komputer di luar kepala ( hafal ) tentu akan membutuhkan waktu yang lebih sedikit dalam menjalankan hal tersebut dari pada orang yang tidak memilikinya. Kemudian dijelaskan orang yang
menulis apa yang di dengar maka ilmunya akan tetap. Ilmu tersebut akan tetap
teringat karena kamu tulis. Tulisan menjadi pengingat ketika lupa.
Ada sebuah cerita sang Kyai yang
memberi suatu ilmu pada muridnya dengan mendengarkan sebanyak tiga kali namun
tidak boleh ditulis. Nah, ini yang menyebabkan ilmu tersebut hilang tapi jika
sanggup hafal benar – benar menjadi sakti. Ilmu – ilmu semacam itu sekarang
disebut santet namun dahulu ilmu tersebut hanya dipergunakan untuk melawan
penjajah. Karena tidak diperkenankan untuk menulis maka sang santri yang
mendapat ilmu tersebut kini lupa dan tak bisa mengingat lagi.
Demikianlah jika ingin menjadi ahli
dan mahir dengan ilmunya maka ia harus hafal. Dan ia haruslah menulis sebagai
pengikat dari hapalan yang bisa saja terlupa.
Yogyakarta,
26082014
Pondok
Pesantren Darul Ulum wal Hikam (DAWAM)
Pengajian
dibawah asuhan Kyai Sugeng Utomo
NB
: apabila terdapat kesalahan dan kekurangan semata berasal dari Penulis
0 komentar:
Posting Komentar