Rss Feed

Gerimis Desember


Gerimis ini tak kunjung reda. Aku menantimu di sini. Payung biru muncul dari ujung jalan. Kamu tersenyum dalam tatapan nanar.
“Apa yang terjadi sayang?”, Tanyaku pada adikku yang bukan anak kecil lagi. Ia hanya menggeleng.
“Ayo pulang mbak ”, ujarnya. Aku menurut mengikuti tarikan tangannya.
Hmmmmm hujan... aku menarik nafas dalam – dalam. Aku selalu suka aroma ini. Masih dalam aroma ini aku bertemu dengan Dani untuk pertama kalinya. Siapakah Dani? Ia adalah lelaki gagah yang mengikrarkan untuk merajut kehidupan bersamaku hingga akhir hayat. Lelaki yang memberikan calon buah hati dalam kandunganku meski ia akhirnya gugur sebelum sempat melihat dunia. Aku sempat syok dan sangat terluka. Telah lama kuimpikan jari – jari mungil menggenggam tanganku. Sosok kemerahan yang akan selalu merindukan dekapanku. Tangisku pecah setiap waktu, dan Dani selalu datang memeluk dan mencium keningku dalam – dalam. “Tak apa... “, ujarnya membelai rambutku. Begitu berjalanlah beberapa waktu lamanya. Desahan nafasnya selalu menenangkanku setiap malam. Senyum tulusnya ketika aku membuka mata dari tidurku membahagiakanku. Aku pun berangsur kembali pada diriku sendiri. Aku merasa selalu kuat bersamanya.
Kami memasuki sebuah gang kecil. Seperti biasa, aku tak pernah ingin berjalan tergesa dalam hujan ini. Tak peduli jika nanti aku basah kuyup atau bahkan sakit, aku selalu menikmatinya. Harun adikku pun maklum akan kesenangan kecilku ini. Ia lebih banyak diam sekarang, apa sekarang ia telah mulai berpikir akan memulai membangun kehidupan rumah tangga seperti kakaknya? Kami dilahirkan sebagai dua bersaudara. Tak ada yang tak kami ketahui satu sama lain. Kami sering bermain bersama, tak jarang pula kami bertengkar adu mulut. Ia suka meledek tentang hal – hal yang aku sukai. Mulai dari pita kecil warna pink yang sering aku pakai, acara TV, cemilan dan hujan. Hal terakhir ini memang baru aku sukai menginjak usiaku dua puluh. Harun adik paling usil sedunia, namun aku tahu ia sangat menyayangiku. Satu lagi yang membuatku semakin menyukai hujan akhir – akhir ini adalah hujan mampu menghentikan bisikan dan gunjingan orang – orang karena mereka sibuk satu sama lain menghangatkan diri. Sementara aku merasa lebih bebas berkeliaran di kala hujan. Aku tak mengerti apa yang mereka bisik – bisikkan ketika aku lewat di hadapan mereka. Padahal aku selalu berpenampilan rapi dan sopan setiap keluar rumah. Kata Dani hal ini merupakan salah satu bentuk menjaga kehormatan suami. Aku beberapa kali bercermin untuk memastikan tak ada yang aneh dengan diriku. Namun suara bisik – bisik tetangga serta tatapan aneh mereka tak kunjung berhenti, malah semakin banyak orang yang berbisik. Aku tak mengerti. Sering aku bertanya pada Ibu atau adikku yang selalu mengantarkan aku keluar rumah ketika Dani tak ada, namun jawab mereka hanya senyum lemah bahkan terkadang aku melihat gundukan air muncul di sudut mata orang – orang yang aku sayangi ini. Ah.. kenapa dengan orang – orang?
Dani masih belum kunjung pulang. Aku akan menjadi istri yang terbaik untukmu Dani. Aku akan selalu setia menantimu. Kamu tak lupa oleh – oleh yang aku pesan tempo hari melalui telpon bukan? Kali ini tak seperti biasanya kau harus pergi jauh ke bali. Konferensi Jurnalis  tingkat jawa bali katamu. Aku tak terlalu mengerti duniamu yang satu itu. Aku hanya mengemasi barang – barangmu dan menyelipkan pigura foto kita dalam koper. Aku merasa berat sekali melepasmu hari itu. Dan kau kembali menenangkanku. “Tak apa Lis..”, senyummu  mengembangkan senyum tipisku. Meski hatiku tak karuan akhirnya aku pun melepas kepergianmu.
Dani, aku benar – benar rindu. Memang benar kata orang, ketika dua hati terpaut berpisah satu menit  pun terasa setahun. Terasa begitu lama kau pergi, namun aku masih setia menunggumu dani. Aku semakin rajin memasak di dapur. Aku ingin menciptakan masakan baru untukmu. Aku suka senyum – senyum sendiri membayangkan  wajah cerahmu ketika mencicipi masakanmu. “Lisa, kamu adalah koki terbaik di dunia.”, begitu sanjungmu di awal pernikahan kita. Kali ini kau pergi agak lama Dani. Setelah dari Bali kau harus mengurusi bisnis besi tua ke Lombok. Kau baik – baik saja kan Dani? Aku tahu kau pun merindukanku. Aku juga senang ke salon merawat diriku untukmu. Rajin menggosokkan lulur ketika mandi, juga mengoles krim – krim ke wajahku. Kamu pasti akan terkaget – kaget melihat bidadarimu ini semakin tampil mempesona.
Oh ya, ada satu lagi kegiatan baruku. Setiap seminggu sekali aku pergi ke dokter Amin. Aku tak mengerti mengapa aku harus rutin kesana. Kata Ibu, ia adalah saudara jauh kami. Dan Ibu ingin hubungan persaudaraan kami tak putus begitu saja. Awalnya aku merasa aneh jika harus berkunjung setiap minggu. Tapi Ibu dan Harun tak hentinya mendesakku. Akhirnya tak ada pilihan lain bagiku selain menuruti kemauan mereka. Dokter Amin sangat ramah, seolah ia memiliki persediaan senyum yang sangat banyak hingga bebas terkembang dalam bibir tipisnya. Kami hanya mengobrol, bercerita dan bercanda tawa. Aku merasa nyaman bercerita banyak hal dengannya. Mungkin benar kata Ibu, kami memang saudara dan menjaga hubungan persaudaraan terasa sangat menyenangkan.
Gerimis ini berubah menjadi hujan. Dan Oh.. kami sudah hampir sampai rumah. Aku berlari menembus hujan, menikmati setiap tetes di tubuhku. “Mbak, ayo cepat masuk rumah”, ujar adikku.  Aku menyeringai dengan senyum lebarku. Aku menggandeng tangan adikku dan mengajaknya ikut berlari bersama tetes hujan.
 “Lisa, tiap hari kok main hujan – hujanan terus,
ayo cepat mandi. Air panasnya sudah siap “, Ibu seperti tak pernah bosan mengatakan hal itu setiap hujan turun.
“Iya ma..”, sahutku segera menyambar handuk ke kamar mandi. Aku lihat sepintas wajah Harun dan Ibu bercakap lirih. Wajah – wajah sendu yang sering muncul dalam raut wajah mereka. Kenapa dengan orang – orang? Aku masuk kamar mandi segera menghilangkan rasa dingin yang mulai merayap.
****
Di Ruang tamu rumah Harun dan Ibu duduk berhadapan.
“Ibu...”, kata Harun lirih.
“sampai kapan mbak Lisa akan terus seperti ini?
kini sudah setahun sejak kematian mas Dani..”, Harun tertunduk dalam.
“Kita sudah berupaya sekuat tenaga nak..
Tak pernah ada yang menyangka Dani mengalami kecelakaan kapal dalam perjalanannya ke Lombok. Tuhan menghendaki Dani harus pergi meninggalkan dunia ini sebelum genap setahun pernikahan Lisa.
Dokter Amin sebagai psikiater adalah jalan satu – satunya selain rumah sakit jiwa.”, suara Ibu hampir tak tenggelam dalam suara hujan.
“Harun tak tega Bu...
Harun  tak kuasa mendengar gunjingan para tetangga, ingin rasanya Harun bungkam mulut mereka semua yang tak tahu sopan santun.
Kasian mbak Lisa....
Apa memang harus begini perjalanan hidup mbak Lisa.... “, Harun tergugu. Ibu mengusap kepala Harun dengan air mata meleleh di pipinya.
Selanjutnya hanya ada suara deras hujan yang membahana ke seantero rumah.


      

0 komentar:

Posting Komentar